Batu Karang yang Teguh
"Tidak ada seorangpun yang
dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku,
dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman." (Yohanes 6:44)
Menabur benih-benih firman Tuhan
sedini mungkin dalam kehidupan orang-orang di sekeliling kita sering
mengakibatkan hasil penuaian yang tidak tersangka. Kesempatan untuk bisa
menyaksikannya selalu berbeda-beda, sesuai dengan waktu dan kehendak Tuhan,
karena hanya Dia yang mampu menumbuhkan benih-benih tersebut.
Banyak orang menabur firman dengan
harapan untuk dapat menyaksikan "tuaian" tindakan mereka seketika itu
juga. Tetapi kenyataan yang sebenarnya, menakjubkan sekali! Buah-buah yang
dihasilkan melalui benih-benih firman Tuhan yang ditaburkan ke dalam hidup
orang-orang, terkadang baru terlihat nyata bertahun-tahun, berpuluh-puluh
tahun, bahkan mungkin beratus-ratus tahun kemudian. Kisah "Batu Karang
yang Teguh" ini sudah membuktikannya!
Salah satu sekolah dasar di kota
Surabaya yang pernah saya kunjungi beberapa puluh tahun yang lalu, telah
mempertemukan saya dengan Pak Paliyama, seorang guru SD kelas 6 yang masih
muda. Tuhan telah memakai guru ini sebagai alat untuk mempengaruhi kehidupan
saya dalam usia yang amat dini. Benih-benih firman yang ditaburkan melalui
pelayanannya di sekolah ikut membantu persiapan-persiapan bagi pertobatan hidup
saya beberapa tahun yang lalu.
Setiap hari Jum"at segenap
siswa sekolah dasar tersebut dipisahkan menjadi beberapa kelompok.
Masing-masing kelompok diwajibkan untuk mengikuti pelajaran-pelajaran agama
yang ditawarkan di sana. Entah bagaimana, saya yang baru berumur kira-kira 7
tahun dikategorikan oleh guru saya ke dalam kelompok siswa-siswa yang mengikuti
pelajaran agama Kristen, meskipun pada saat itu kami sekeluarga masih belum
menjadi "penganut" agama tersebut. Mungkin sekali, karena kakak saya
yang memutuskan bagi adik-adiknya.
Pak Paliyama selalu mempersiapkan
pelajaran agamanya dengan penuh kedisiplinan, dibantu oleh salah seorang dari
guru-guru yang lain secara bergantian. Setiap minggu ia memulainya dengan
mengajak kami untuk berdoa bersama, dan mengajarkan nyanyian lagu-lagu rohani
yang pada waktu itu tidak saya ketahui. Salah satu dari lagu-lagu yang
diperkenalkan olehnya, yang amat membekas di dalam hati saya, adalah lagu Hymne
kuno: "Batu Karang yang Teguh".
Sebelum pelajaran agama dimulai, ia
selalu mempersiapkan lirik dari lagu-lagu tersebut untuk ditulis di papan
secara rapi. Tidak jarang ia memberikan tugas tersebut kepada saya. Ia mengetahui,
bahwa saya selalu tertarik pada semua hal-hal yang berhubungan dengan kesenian,
oleh karena itu sering ia mempercayakannya kepada saya.
Suaranya selalu terdengar lantang
dan bagus, setiap kali ia memimpin kami menyanyi dari depan ruangan kelas. Satu
hal yang tidak dapat saya lupakan selama bertahun-tahun mengikuti pelajaran
agama Kristen di situ, adalah menyadari, bahwa ia mempunyai kemampuan
pendengaran yang amat hebat. Sering kali ia datang menghampiri, berdiri, dan
menyanyi di sebelah (bersama) saya, karena di luar pengetahuan saya sendiri,
saya sedang menyanyikan irama lagu-lagu tersebut dalam nada suara dua. Pak
Paliyama amat menyukainya!
Selain itu, saya juga terkenang akan
ceritera-ceritera bersambung yang selalu dibawakan olehnya dengan penuh ketrampilan.
Tentu saja pada waktu itu saya tidak menyadari, bahwa kisah-kisah tersebut
sungguh terjadi, bahkan berasal dari dalam firman Allah yang hidup. Tetapi yang
pasti, hal itu bukan merupakan suatu masalah yang besar bagi saya!
Sebagai seorang anak yang masih
berjiwa polos, setiap hari Jum"at saya terus mendengarkan kisah-kisah yang
diceriterakan olehnya dengan penuh perhatian, disertai rasa keingin-tahuan yang
berkobar-kobar. Kisah-kisah yang membuat saya selalu tidak sabar untuk
mengetahui kelanjutan dan akhirnya. Saya masih ingat akan kekecewaan yang saya
rasakan, jika kisah tersebut ternyata harus dihentikan setengah jalan,
disebabkan oleh karena jam pelajaran agama sudah berakhir.
Selain peristiwa ajaib Natal yang
mengawali kisah kelahiran Tuhan Yesus, yang paling membekas di dalam hati saya,
adalah kisah klasik pengalaman Yusuf dan kesepuluh kakak-kakaknya. Dan di
samping kejadian termasyhur tentang peristiwa pembakaran Sadrakh, Mesakh dan
Abednego dari Kitab Daniel, yang sampai saat ini tidak pernah saya lupakan,
adalah kisah raja Belsyazar, seputar kalimat "Mene, mene, tekel
ufarsin". (Daniel 5:25)
Sering kali saya bertanya-tanya
mengenai segala kemungkinan yang menyebabkan saya merasa begitu tertarik pada
ceritera-ceritera kristiani tersebut, melalui pelajaran agama yang ditawarkan
oleh Pak Paliyama.
Apakah karena pada saat itu, seperti
umumnya anak-anak yang masih kecil, saya gemar mendengarkan kisah-kisah yang
diceriterakan oleh orang lain, seperti yang dilakukannya dari depan kelas?
Atau, ... apakah karena kepribadian saya yang selalu mengikuti perkembangan
buku-buku ceritera dongeng, buku-buku komik, buku-buku silat, bahkan
cerpen-cerpen yang ditawarkan oleh koran-koran dan majalah-majalah di
Indonesia?
Atau, ... apakah karena sedari kecil
saya selalu suka mempelajari irama musik-musik populer, sehingga saya menjadi
tertarik pada lagu-lagu rohani yang diajarkan olehnya di sekolah? Atau, ...
apakah karena di dalam persepsi kanak-kanak saya, Pak Paliyama adalah seorang
(Kristen) yang baik, yang menyebabkan saya mengagumi pribadinya?
Atau kemungkinan yang lain, ...
apakah semua itu terjadi, karena firman Tuhan harus digenapi? Rasul Paulus
menulis kepada jemaat di Efesus: "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih
kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di
hadapan-Nya." (Efesus 1:4)
Taburan benih-benih firman melalui
lirik lagu-lagu berdasarkan ayat-ayat Alkitab, dan kisah-kisah menarik yang
diambil langsung dari sana, ternyata telah tergores dalam hati. Sekarang
sesudah saya lahir baru, pengalaman-pengalaman yang mengawalinya di sekolah
tersebut, membawa kembali semua kenangan sangat manis yang terjadi dalam
jam-jam pelajaran agama di sana. Bagaimana kami berdoa, bagaimana kami
bersama-sama menyanyikan lagu-lagu rohani, dan bagaimana kami sekelas asyik
mendengarkan Pak Paliyama berceritera di dalam kelas, ... semua itu tampak amat
jelas dalam ingatan saya!
"demikianlah firman-Ku yang
keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia
akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang
Kusuruhkan padanya." (Yesaya 55:11)
Firman Allah, yang diluar pengetahuan
saya sendiri, sudah menerobos masuk ke dalam hati saya melalui pelayanannya
yang amat sederhana, ternyata telah berhasil "menghidupkan" roh saya
kembali berpuluh-puluh tahun kemudian, karena semenjak saat benih-benih firman
tersebut ditaburkan, mereka tidak pernah meninggalkan saya lagi! Itulah bukti
kebenaran kasih karunia Tuhan!
Alhasil, ayat termasyhur ini
digenapi dalam kehidupan saya! Dan semua itu terjadi hanya oleh karena jasa
bantuan seorang guru, yang bersedia membagikan "Kabar Baik" firman
Tuhan kepada murid-murid di sekolah secara amat sederhana, dengan membagikannya
seperti apa adanya, seperti yang tertulis di dalamnya.
Semenjak kami sekeluarga memutuskan
untuk "memeluk" agama Kristen tidak lama sesudahnya, saya yang masih
berusia amat muda, tidak pernah mendapatkan kesempatan seindah itu lagi. Karena
itu saya sadar akan pentingnya pelayanan-pelayanan yang tampak sangat tidak
berarti pada saat dilakukan, tetapi dapat mempengaruhi dan mengubah kehidupan
orang-orang yang terlibat di dalamnya bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun,
bahkan mungkin beratus-ratus tahun kemudian!
Pelayanan tanpa pamrih, tanpa
mengharapkan balasan apa-apa yang dapat menguntungkan diri pribadi! Tuhan Yesus
mengatakan dalam Injil Yohanes: "Sekarang juga penuai telah menerima
upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan
penuai sama-sama bersukacita. Sebab dalam hal ini benarlah peribahasa: Yang
seorang menabur dan yang lain menuai. Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang
tidak kamu usahakan; orang-orang lain berusaha dan kamu datang memetik hasil
usaha mereka." (Yohanes 4:36-38)
Sebelum saya meninggalkan sekolah
tersebut, saya sempat menjadi salah seorang dari murid-murid kelas 6 SD yang
berada di bawah pengawasan Pak Paliyama.
Saya harus mengakui, bahwa dari
semua guru yang ikut mengambil bagian dalam pendidikan saya di sekolah dasar
tersebut, hanya dia seorang saja yang telah meninggalkan suatu kenangan manis
yang tak terlupakan. Apakah karena ia seorang Kristen yang transparan? Saya
tidak bisa menjawabnya! Yang pasti, ia sudah mempengaruhi masa kanak-kanak saya
dengan memperkenalkan Tuhan Yesus Kristus sebagai awal persiapan kelahiran baru
yang saya alami beberapa tahun yang lalu.
Saya percaya, bahwa pelayanannya
yang amat sederhana tersebut juga sudah mempengaruhi kehidupan anak-anak yang
lain. Saya mengetahui kenyataan ini, karena kakak-kakak saya, yang pernah
menjadi murid-muridnya, menyetujui pendapat saya mengenai guru teladan ini!
Biarlah Tuhan saja yang memberkati
Pak Paliyama selalu, dimanapun ia berada. Haleluya!
No comments:
Post a Comment